PROSPEK BUDIDAYA POHON BALSA
Dede Farhan Aulawi *)
Tidak banyak orang tahu tentang jenis pohon yang satu ini. Jika ditekuni dapat membuka peluang usaha dan sebagai kegiatan ekonomi prospektif; yaitu, pohom Balsa.
Tumbuhan ini berasal dari Amerika Selatan dengan nama ilmiah Ochroma Pyramidale. Sementara ini penghasil kayu balsa di dunia berasal dari Ekuador, Papua Nugini dan Indonesia.
Pohon balsa merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan cepat. Dia bisa memiliki diameter 30 cm atau sekitar berumur 4 tahun sudah dapat dipanen dan dijual kayunya. Sistem perkebunan kemitraan banyak diterapkan untuk budidaya pohon ini, contohnya di petani-petani di Jawa Timur yang bekerjasama dengan perusahaan kayu. Pohon balsa mungkin belum dikenal secara luas, baik dari segi tanaman, teknologi dan pengaplikasiannya. Bahkan, dalam peraturan perundang-undangan balsa masih disamakan dengan Eucalyptus, meskipun cenderung memiliki kesamaan dengan kayu sengon.
Bagi orang yang menekuni hobi aeromodelling atau olahraga gliding dan surfing pasti familiar dengan jenis kayu balsa ini, karena memiliki ketahanan dan sifat yang ringan. Termasuk jika dibandingkan dengan fiberglass, kayu dari pohon balsa memiliki berat jenis yang lebih rendah. Jika berat jenis fiberglass adalah 0,24 maka berat jenis kayu balsa hanya 0,16.
Selain itu, pajak ekspor kayu balsa juga masuk sebagai produk kayu yang berasal dari hutan alam dan bukan termasuk produk plantation seperti sengon. Di pasar, kayu balsa dibagi atas tiga jenis berdasarkan kepadatannya, yaitu Light < 120 kg/m3, Medium 120-180 kg/m3, dan Heavy >180 kg/m3.
Balsa light biasanya digunakan untuk hobby dan aeromodelling, medium untuk kebutuhan komposit industri, sementara heavy sebagai subtitusi kayu keras dengan harga yang lebih murah dan penggunaan lebih luas. Kayu balsa untuk industri komposit sudah sangat berkembang di luar negeri. Balsa core mampu bersaing dengan material core lain, yaitu foam dan honeycomb. Sifatnya yang alami dan ramah lingkungan menjadi daya tarik yang tidak bisa ditandingi oleh material core lainnya. Selain itu juga lebih ekonomis. Sayang teknologi balsa core dalam sandwich composite belum banyak dikenal dan digunakan di Indonesia.
Jadi jika dilihat dari sisi utilisasi karakteristik yang dimiliki oleh kayu Balsa ini, kemungkinan ke depan kebutuhannya akan semakin meningkat. Dengan demikian, masalah pangsa pasar, yang biasanya dikhawatirkan oleh petani sudah tidak perlu ditakutkan lagi. Semoga semua lahan non produktif yang ada di sekitar kita bisa dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya demi kemakmuran Bersama.
*) Ketua GENPPARI dan Pengagas Wisata Produktif melalui konsep PEREKAT.