RUSAKNYA BERBAHASA BERARTI RUSAKNYA PEMIKIRAN
Kita sering mendengar “Kata-katanya menusuk hati”, “Lidah lebih tajam daripada pedang” (kata-kata yang lebih menyakitkan hati daripada ditebas pedang), “Jaga mulutmu”, “Orang yang dipegang perkataanya”, dan sejenisnya bahkan kesaksian atau pengakuan diambil berdasarkan sebuah kalimat seseorang, bahkan memfitnah (mengeluarkan kata-kata/bahasa tuduhan paslu) lebih kejam daripada pembunuhan. Nah… kesimpulannya, bahwa bahasa merupakan satu perkara dengan dunia pemikiran dan cita rasa. Kalau orang itu kacau pikirannya, bahasanya juga kacau. Bahasa dan hidup, dunia pemikiran dan dunia rasa itu satu.
Kemudian kita perhatikan ketika ada orang yang sedang menjelaskan sesuatu begitu menariknya atau kata-katanya mudah kita serap, mudah kita pahami, hal ini merupakan kehebatan bahasa yang dapat mentranspormasikan informasi dengan tepat. Orang yang banyak ilmunya kemudian disampaikan kepada orang lain dengan baik, sehingga orang lain menjadi mengerti maka dia berbahasanya sangat baik. Dan perlu kita ketahui keterampilan berbahasa itu ada 4: menyimak, berbicara, membaca, menulis. Setiap orang memiliki keterampilan berhasa yang berbeda-beda. Jika kita membaca sebuah tulisan, kemudian bahasa tulisannya dapat dipahami berarti dia berbahasa tulisnya sangat baik.
Coba perhatikan juga ketika sedang berdiskusi, seminar, atau dalam pembelajaran, apabila ada seseorang yang bertanya apalagi pernyatanyaannya kritis, berarti dia keterampilan menyimak atau membaca dan berbicaranya sangat baik, Maka dari itu siapapun yang trampil berbahasa berarti dia sangat baik berpikir kreatifnya. Orang yang komunikatif dan informatif berarti dia berpikir kreatifnya sangat baik.
Kita sering mengatakan hebat atau pintar, pandai, cerdas kepada yang pandai membaca kemudian daya serapnya tinggi, padahal dia trampil berbahasa dalam membacanya. Dan marilah kita ingat-ingat lagi, ketika para guru, dosen, instruktur mentransfer ilmunya kepada kita dengan baik dan mudah dipahami, maka kita akan mengatakan “pandai sekali” orang terserbut. Sebenarnya “dia” sedang berbahasa yang baik dengan kita.
Mari kita menengok ke belakang, apakah kemerdekaan negara kita 100% hasil perjuangan bertempur/bersenjata? Tentu tidak, jangan lupa, Republik Indonesia ini merdeka sampai diakui oleh dunia internasional itu karena pemikiran dan memakai bahasa, bukan memakai bedil (senapan). Orang sering mengira bahwa negara kita merdeka karena bedil, itu kurang tepat. Coba pikirkan, andaikan Soekarno-Hatta dkk. tidak melakukan diplomasi, juga seandainya Sutan Sjahrir dulu di PBB tidak bisa membela rakyat Indonesia di depan Dewan Keamanan, kabeh arep opo …? Nggowo bedil? (Semua mau apa …? Bawa senapan …? — Red.) Tidak bisa!” (Romo Mangun Wijaya, 1982).
Kutipan di atas menyadarkan kita akan pentingnya sebuah bahasa bagi kehidupan manusia. Manusia menjadi unggul dari makhluk lain karena kemampuannya berbahasa. Kalau jangkrik bisa mengerik, kambing bisa mengembik, dan kuda bisa meringkik, maka manusia mampu berbicara sebagai “animal longuens”, makhluk yang mampu berbicara dan mengungkapkan isi hati dan pikiran lewat bahasa serta rangkaian yang dapat dimengerti, baik melalui lisan, tulisan, maupun isyarat lain.
Kecepatan perkembangan manusia ini kemudian menjadi titik tolak kemajuan yang menakjubkan. Yulis Widiantoro (1994) menyatakan, “Ketika seseorang mulai berbicara, mengenal bahasa, seakan-akan terbukalah bagi manusia baru untuk mengenal dunia dan hidup di dalamnya. Karena, dengan kemampuan berbahasa terbukalah kesempatan baginya untuk menciptakan hubungan banyak sekali; bisa mengekspresikan diri, menyerap ilmu pengetahuan, dan tukar-menukar gagasan yang hampir tidak terbatas. Bahkan berkat bahasa, manusia masuk dalam dunia dan memiliki dunia karena biasanya diiringi dengan prestasi intelektual luar biasa.” Sedangkan menurut ahli bahasa dari Jerman, Gadamer, bahasa merupakan cara kita untuk mengerti dunia.
Saya jadi merenung, merefleksi diri, pernahkah saya mengajak “anak-anak” untuk berbahasa yang baik dan benar dengan berbagai cara, berbagai media, yang bermanfaat? Jawabannya belum sempat dan kadang-kadang, itupun tidak serius. Pernahkah saya menulis sesuatu dengan baik dan benar? Jawabannya belum sempat. Lalu kapan saya dan “anak-anak” untuk berbahasa alias berpikir kreatif, berpikir kritis? Jawabannya besok. Lalu apa yang terjadi saat ini? Jawabannya betapa “tragisnya” sebagian dari kita dalam kemampuan berbahasa secara “baik” dan “benar”
Jika anak-anak diajak untuk menulis sebuah karya yang dia temukan sendiri, dan bermanfaat utuk orang lain, maka anak-anak telah dibelajarkan berbahasa dengan baik dan benar, tentunya ilmu pengetahuannya pun bertambah pula.
Jika anak-anak tidak diajak untuk berhasa baik dan benar baiak dalam lisan atau tulisan, jangan heran kalau kemudian generasi kita tidak bisa berbuat banyak dalam memajukan dunia pengetahuan. Sebab, rusaknya bahasa juga berarti rusaknya pemikiran.
Dan jangan lupa saat ini “anak-anak” kita sudah dijejali dengan berbahasa yang bukan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sementara negara asing mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar, bisa jadi anak-anak Indonesia akan lupa bahkan tidak tahu penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indonesia bahasa ketiga yang paling banyak digunakan pada wordpress. Fakta bahwa setelah Spanyol, Bahasa Indonesia adalah Bahasa yang menempati urutan ketiga yang paling banyak digunakan dalam posting-posting WordPress. Indonesia pun adalah negara kedua terbesar di dunia yang pertumbuhannya paling cepat dalam penggunaan engine blog itu. Dalam 6 bulan terakhir tercatat 143.108 pengguna baru WordPress dari Indonesia dan telah ada 117.601.633 kunjungan melalui 40 kota di Indonesia.
penulis: Awan Sundiawan, kontributor dari Kabupaten Kuningan – Jawa Barat. Beliau seorang pendidik di SMA di Kota tersebut.