NUR AGIS AULIA, BUTUH KEBERANIAN AMBIL SIKAP UNTUK MEMBANGUN DESA
Cita-cita untuk membangun dan memajukan desa adalah sebuah cita-cita yang luhur. Tetapi tidak semua orang berani untuk mengambil tanggung jawab memajukan desa, terlebih kalangan anak muda. Pemuda – pemuda berpendidikan tinggi dan berprestasi kebanyakan memilih mengadukan hidup di dunia industri dan perkantoran di kota besar. Sangat sedikit dari mereka yang memilih kembali ke desa dan bekerja bersama warga desa untuk membangun desa. Nur Agis Aulia, lulusan terbaik (2013) jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fisipol UGM, berani pulang ke desa.
Keinginan kuat untuk turut andil dalam memajukan desa muncul saat semester enam, setelah Agis melakukan penelitian selama 3 tahun tentang kemiskinan dan pengangguran di Serang, Banten. Berdasarkan penelitiannya, Agis menemukan bahwa akar masalah kemiskinan dan pengangguran di desa bukanlah karena kurangnya modal, bukan karena tidak ada inovasi dan teknologi, tetapi karena kurangnya orang-orang terbaik, orang-orang terdidik yang berkompetensi dan berpengalaman yang mau mengelola desa yang notabene 80% didominasi pertanian dan peternakan (potensi agro) secara profesional.
Maka tercetuslah keinginan Agis untuk membentuk suatu komunitas untuk para pemuda yang peduli pada masa depan desa. Pada 2013 Agis mulai berdiskusi, berkonsolidasi dan merencanakan bersama teman-teman dan kenalannya yang mempunyai pemikiran sama. Satu tahun kemudian, pada 2014 terealisasilah Banten Bangun Desa. Selama setahun berikutnya, Agis dan teman-temannya mulai merancang Banten Bangun Desa ke arah yang lebih profesional. Ia mulai merumuskan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang serta visi misi organisasi.
Pada awal berdirinya, tujuan Banten Bangun Desa adalah untuk mengajak sebanyak mungkin orang untuk berkolaborasi dan bersinergi untuk berkontribusi dalam program pembangunan desa. Banten Bangun Desa kini mempunyai 3 core utama dalam pergerakannya. Ada Saba Desa yaitu tempat untuk sharing dan membedah segala peluang dan potensi yang bisa dikembangkan di desa. Kemudian ada Agropreneur Center yang memberikan pelatihan dan pendampingan terkait bisnis pertanian. Yang terakhir adalah Usaha Bersama yaitu pengelolaan bisnis bersama dalam bentuk start-up di bidang pertanian dan peternakan yang dikembangkan di desa. Banten Bangun Desa sendiri tidak mengikat semua anggotanya untuk bergabung dalam bisnis bersama. Beberapa orang cukup berperan di bagian misi sosial seperti pelatihan pertanian, pendampingan masyarakat dan transfer teknologi.
Agis memulai usahanya dengan membangun peternakan domba. Modal awal ia dapatkan dari hasil tabungan pribadi sebesar Rp 12.000.000 yang diperoleh dari beasiswanya Tanoto Foundation dan Sisa Hasil Usaha serta gaji sebagai pengurus Koperasi Mahasiswa (Kopma) UGM. Setelah itu ia mulai patungan juga dengan teman-temannya untuk mengelola lahan pertanian dan peternakan yang lebih besar.
Hingga saat ini usaha bersama yang digeluti Agis meliputi pertanian padi, budidaya jamur merang, kambing ternak dan domba potong. Penanganan usahanya tidak hanya di sektor hulu tetapi juga dituntaskan hingga ke hilir. Domba dan kambing yang diternakkan dijual langsung atau diolah menjadi masakan untuk memenuhi pesanan aqiqah. Hasil pertanian dan peternakan lainnya diolah menjadi masker kefir, susu kambing murni, dan aneka masakan olahan kuliner Banten seperti rabeg. Saat ini Agis dan teman-temannya juga mendirikan Banten House, sebuah market place di pusat kota Banten yang menjual hasil-hasil pertanian masyarakat Banten dalam bentuk oleh-oleh atau makanan olahan. Di Banten House, packaging dan pemasaran dilakukan secara profesional. Produk-produk olahan juga dipasarkan melalui media sosial dan online store.
Untuk memperkuat jaringan, Agis juga bergabung dalam gerakan Indonesia Bangun Desa yang diselenggarakan oleh Yayasan Bina Desa Indonesia. Pada program tersebut para lulusan terbaik Indonesia mendapatkan pendidikan manajemen bisnis pertanian. Bahkan dalam program Indonesia Bangun Desa ini, Agis berhasil menjadi peserta terbaik Nasional di angkatan pertama.
Meskipun hingga saat ini belum ada perhatian khusus dari pemerintah untuk gerakan Banten Bangun Desa ini, Agis dan teman-temannya tidak patah semangat. Mereka berharap gerakan ini bisa dilakukan secara mandiri dan tetap berkelanjutan. Saat ini ada 2 kelompok yang bergabung dengan Banten Bangun Desa, yaitu Kelompok Tani Hijau Daun dan Kelompok Ternak Cibadak. Dua kelompok ini mengelola total 25 Ha lahan integrasi pertanian dan peternakan.
Tidak banyak hambatan yang ditemui di lapangan. Hambatan yang terjadi di masa awal berdirinya Banten Bangun Desa malah berasal dari orang tua dan lingkungan sekitar. Anggapan masyarakat bahwa sarjana yang setelah lulus dan menetap di desa untuk bertani dan beternak merupakan sarjana gagal. Namun setelah usaha Agis menampakkan hasilnya, maka stigma negatif di masyarakat pun mulai luntur. Hambatan lain adalah kendala administrasi perijinan seperti PIRT dan BPOM.
Setelah hampir empat tahun Banten Bangun Desa membawa perubahan signifikan untuk masyarakat sekitarnya. Masyarakat mulai tertarik untuk memajukan pertaniannya dengan menanami lahan-lahan kosong dan bekas tambang pasir. Kelompok tani dan ternak mulai menerapkan manajemen pengelolaan keuangan dari hasil pertanian. Mereka diajari untuk merencanakan keuangan berdasarkan pendapatan harian, mingguan, 4 bulanan dan tahunan sesuai masa panen tiap-tiap tanaman dan peternakan.
Bagi Agis sendiri, usaha yang dilakukannya untuk membangun Banten juga mengantarkan sosoknya untuk dikenal dunia luar dan meraih beberapa penghargaan, di antaranya Juara 1 Socio-Technopreneurship (2015), nominator Kick Andy Young Heroes (2016) dan salah satu Teladan Nasional dan Inspirator (2016) yang membuat dirinya berkesempatan mendapatkan undangan makan malam di Istana Negara.
Agis berharap nantinya akan semakin banyak pemuda-pemuda terbaik lulusan perguruan tinggi yang mau kembali ke desa. Ada banyak peluang dan potensi yang belum dioptimalkan. Agis berharap, sosok-sosok pemuda enerjik itu mau membantu advokasi, mendampingi dan memajukan masyarakat desa melalui pengoptimalan potensi-potensinya. Sehingga ke depannya akan dihasilkan pangan terbaik, ramah lingkungan dan sehat untuk di konsumsi masyarakat Indonesia.
sumber: harkatnegeri.