MENCABUT AKAR SEBELUM TERLAMBAT
Sulit untuk dipungkiri bahwa saat ini kita tengah dihadapkan pada kondisi yang dalam pikiran saya sudah mengarah pada terjadinya krisis sosial budaya dalam ragam bentuknya. Dan yang paling nyata dirasakan munculnya konflik dan kekerasan bernuansa etnis dan agama. Atau, kemudian lebih populer dengan istilah politik identitas. Pun demikian dengan anomali prilaku sosial seakan menjadi kewajaran; yang dahulu dianggap tabu, kini dianggap biasa. Kepatuhan terhadap etika, moral, kesantunan sosial, dan sejenisnya seperti tercerabut dari nilai kepribadian kita sebagai bangsa yang berbudi luhur.
Kekerasan dan konflik, baik yang dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok berlangsung menjadi realitas sosial yang sulit ditutupi, bisa berupa konflik langsung maupun tidak. Bentuk kekerasan tidak mesti secara fisik melainkan juga melalui tekanan psikologis, seperti berwujud opini publik yang memiliki dampak terhadap keresahan yang ditimbulkannya. Misal, bersentuhan dengaan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Lambat laun, namun dapat dipastikan kekerasan tersebut memicu pertentangan dan bahkan perpecahan di masyarakat; mencuatkann rasa kekhawatiran, keresahan, ketidaknyamanan, dan lain sebagainya.
Pernah beberapa waktu lalu kita disuguhkan peristiwa yang menggores luka cukup dalam diantara anak bangsa, dan sampai saat ini masih dirasakan akibatnya. Gesekan sosial di akar rumput sudah sedemikian merusak tatanan sosial, bahkan rasa kemanusiaan. Ungkap kebencian dan kata-kata kasar yang merendahkan derajat kemanusiaan bergulir liar. Lebih jauh, peristiwa-peristiwa di luar nalar dan norma pun tidak sedikit terjadi, yang menurut pandangan saya sudah amat keterlaluan. Dan jika ditelusuri maka sebenarnya akar persoalannya tidak lepas dari beradunya kepentingan segelintir orang yang saling berupaya mempertahankan dan atau memperebutkan kekuasaan; mengumbar nafsu ambisiusnya.
Kondisi tersebut, mencerminkan adanya gejala melemahnya kesatuan sosial yang mengarah pada melonggarnya ikatan sesama anak bangsa. Ketergodaan dasyat untuk menjadikan diri dan kelompoknya paling baik dan benar mendorong untuk memperlakukan seburu-buruknya diluar kelompoknya. Sehingga mampu mengingkari kewajiban akan ketaatan terhadap system sosial dan norma yang berlaku pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Disadari atau tidak, perlahan kondisi itu dapat mengganggu integrasi setiap dan antar kelompok dalam masyarakat dan kemungkinan (lebih parah) menghantar terciptanya disintegrasi bangsa. Lambat laun akan mempengaruhi masyarakat dalam merespon berbagai tantangan dan peluang ke depan, terutama di era globalisasi dan bonus demografi. Apabila terus berlarut, tentunya akan sangat merugikan bagi kita (baca: Indonesia) semua.
Kita semua berharap Pemerintah segera bertindak cepat dalam meredam gejala-gejala yang mengarah pada disintegrasi bangsa, sebelum berkembang lebih jauh. Terutama yang baik sengaja ataupun tidak dikembangkan oleh kelompok-kelompok kepentingan dengan mengabaikan nilai persatuan dan kesatuan kita sebagai Bangsa Indonesia, dalam bingkai NKRI. Hal yang harus benar dicermati, gesekan sosial itu akan mudah berubah menjadi badai krisis sosial yang meluluhlantahkan kita bersama (baca: Indonesia). Sebab, Indonesia saat ini dalam persimpangan yang amat menentukan seiring bertambah banyak kaum muda usia produktif; jika berhasil mengoptimalkan mereka kita makmur, dan jika gagal maka malapetaka mengintai. Bisa kita bayangkan dampak yang dapat ditimbulkan dari kondisi ketidakberdayaan, baik secara ekonomi maupun sosial, merebak dan dialami oleh dijutaan ketika dihadapkan pada isu yang menggugah emosi. Tentu, seperti melempar sebatang korek api menyala ke tengah genangan bensin. Oleh karena itu, kaum muda usia produktif harus dilindungi dari pengaruh-pengaruh yang merusak rasa kemanusiaan dan masa depan mereka. Banyaknya kaum muda usia produktif yang menganggur, dan setengah menganggur mesti dihitung dan diperhatikan oleh Pemerintah dengan cermat sebab mereka merupakan modal sosial bagi bangsa ini yang dapat diandalkan oleh Pemerintah sebagai potensi utama dalam menggerakan sendi-sendi kehidupan bangsa dan Negara yang kita cintai.
Kita berharap pula Pemerintah harus berani bertindak tegas terhadap siapapun yang mengancam integrasi bangsa. Lebih baik cabut akar perusak dari sekarang ketimbang rusak masa depan bangsa.
Salam.