Untitled design(1)


DEFINISIKAN MERAH PUTIH MU

Angela Larasati *)

MERAH PUTIH MEMANGGIL !!

D I C A R I  !!

Sarjana siap kerja, mampu kerja, dan mau kerja untuk nusa bangsa dan dibayar dari APBN dengan kualifikasi berikut:

  1. Sarjana fakultas apa saja
  2. MUDA (BUKAN KANAK-KANAK)
  3. IPK minimal 3.00 (kurang dikit boleh, asal nyambung kalau wawancara)
  4. Jago ngomong (memiliki kemaampuan verbal yang baik dan asertif dalam berkomunikasi)
  5. Punya pengalaman organisasi (ga harus BEM, Anggota Karang Taruna dan aktif dalam kegiatan masyarakat desa lebih disukai)
  6. Jago nulis (memiliki kemampuan pengelolaan administrasi yang baik)
  7. Punya kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat miskin

Anggie1Ini Indonesia, negara yang sedang berada pada titik bonus demografi. Artinya? usia angkatan kerja jauh lebih besar dibandingkan angkatan kanak-anak dan manula. Ini Indonesia, negara yang punya 7juta lulusan S1 yang nganggur alias jadi benalu makan dari supply ortu. Ini Indonesia, negara kepulauan terbesar dunia yang jumlah penduduknya terbesar no 3 dunia. Ini Indonesia, negara tempat manusia-manusia terbaik dunia terlahir dan mengamalkan ilmunya di seluruh dunia.

Apa sulitnya mencari manusia-manusia cerdas yang idealis di Indonesia? Tidak, sama sekali tidak sulit. lihat saja program Indonesia Mengajar, masih ada ribuan sarjana, muda dan penuh idealisme yang mendaftar program ini untuk bisa mengabdikan diri mengajar di pedalaman. Rahim para ibu Indonesia masih melahirkan para pahlawan. Lalu kemana orang-orang yang dulu begitu antusias membangun negeri? Kemana para alumnusnya? atau bahkan orang-orang yang dulu sempat ditolak untuk bergabung dalam program ini, dimana mereka sekarang? Bekerja dimana? Buka usaha apa? Ngapain? Kenapa sulit sekali mendapatkan sarjana cerdas yang mampu kerja dan siap kerja di kementrian (kementrian apapun)

Well, I guess I can figure it out. Ada yang sudah jadi manager di salah satu BUMN, bekerja pada PMA, perusahaan pertambangan, atau sekolah lagi biar bisa dapat beasiswa LPDP ke luar negeri. Berlomba mencari ilmu gratis sampai lupa pada esensi makna dari manfaat keilmuannya. Berlomba mencari kedudukan di tengah masyarakat sampai lupa melayani masyarakat tempat dimana Ia tinggal. Ngantri ikut ujian penerimaan PNS dengan harapan dapat uang pensiun dan jatah beras bulanan. Berlomba mencari kemudahan kerja sampai lupa hakikat bekerja itu sendiri. Sound like cynical? yes I am!

Pernah seorang teman bercerita tentang ayahnya yang begitu ngotot ingin punya anak PNS. Menyekolahkan anak-anaknya sampai S2 hanya untuk menjadi PNS rendahan di kecamatan. Well, to be honestly speaking, tidak ada lulusan S2 jadi pegawai rendahan, itu hanya gambaran isi kalimat yang dia sampaikan. Sayangnya tidak satupun anak-anaknya mau jadi PNS yang digaji dari APBN, bekerja untuk melayani rakyat, mengabdi pada nusa bangsa.. Entah bagaimana, tapi saya paham dengan harapan sang ayah. Sangat mengerti dengan apa yang beliau harapkan dari anak-anaknya. Saya bahkan bisa maklum dengan isi hati para orang tua yang bersusah payah jual rumah dan kebun untuk uang sogokan demi menjadikan anak-anaknya PNS. Saya paham, walaupun tidak bisa membenarkan hal tersebut.

Saya malah bingung dengan teman-teman yang menolak menjadi pelayan masyarakat, pengabdi negara. Dan anehnya, mereka orang-orang cerdas lulus dengan nilai baik dari universitas ternama. Tidak mau makan uang rakyat katanya, tapi mau saja jadi kacung asing di PMA. Tidak mau berada dalam tataran birokrasi yang korup, tapi sukarela dan bahagia makan dari hasil tambang yang membunuh ribuan jenis flora dan fauna. Lebih pengen buka usaha dan membuka kesempatan kerja yang lebih banyak bagi banyak orang katanya, usaha franchise yang mewajibkan storan tinggi terbang ke negara tetangga.

Saya harus benar-benar berkaca pada diri sendiri saat menulis ini. Bagi banyak orang, aku adalah kacung asing. Bekerja untuk kepentingan organisasi asing. Biar kuingatkan lagi, SAYA BIDAN. tenaga medis. PNS di kementrian kesehatan sebelum akhirnya ditugaskan untuk melayani lebih banyak kepentingan kemanusiaan dan negara. Tidak, ini bukan pembelaan diri. Ini adalah panggilan atas nama idealisme kebangsaan. Ini adalah caraku mencoretkan merah putih dalam kehidupanku. ini adalah caraku menunjukkan kebanggaan sebagai warga negara.

Dulu, orang-orang tua berusaha sekali agar anak-anaknya bisa bekerja jadi PNS dengan skema materialistis yang sederhana sekali. Hidup sederhana dengan penghasilan seadanya, bekerja dengan santai tanpa harus rakus dikejar ambisi berlebihan. Dapat jatah beras dan asuransi kesehatan sampai anak ketiga berumur 18 tahun. Indah ya? Seiring waktu berlalu, jaman berganti, wujud pikiran ini berganti kulit. Menjadi pegawai pabrik menjadi cita-cita. hidup sederhana di kota industri dengan gaji UMR yang terus meroket dan upah lemburan wajib. Bisa mengajukan cicilan motor dan hp baru menjadi mimpi yang layak ditukarkan dengan hidup menjadi mesin. Tidak, ini bukan cerita fiksi. Adalah data fiktif bila saya mengutip hasil penelitian lembaga tertentu. Silahkan datang ke universsitas mana saja dan tanya jumlah mahasiswa program karyawan yang mereka miliki. Silahkan cross check dengan kalimat saya. Tanyakan sendiri apa tujuan mereka kuliah. 90% dari mereka mengjabiskan uang dan waktunya untuk bisa naik jabatan jadi HRD. Tetap jadi pegawai pabrik, bahkan setelah mereka memutuskan untuk susah payah kuliah. Lalu apa lebihnya dari mimpi para orang tua jaman dahulu? Materialistis yang naik tingkat jadi lebih rumit menurutku.

Tidakkah kita melihat pola yang berulang disini?

Sama-sama matrealistis. sama-sama ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan cara semudah-mudahnya. Sama-sama konsumtif. Sama-sama berusaha untuk hal-hal yang sama sekali tidak prinsipil.

Mari kita bermain-main dengan imajinasi. Bila, ini hanya bila, bukan kondisi sesungguhnya.. Bila setiap mahasiswa berprestasi, berbondong-bondong menjadi manager di perusahaan minyak, tambang dan batubara, berbondong-bondong jadi pengusaha muda, berbondong-bondong kabur keluar negeri mengejar beasiswa LPDP supaya bisa tinggal di luar negeri, siapa yang akan tinggal melayani masyarakat? Itukah sebabnya kenapa administrasi untuk daftar BPJS kesehatan saja jadi begitu berbelit-belit? Itukah sebabnya semua lahan serapan habis menjadi mall dan apartemen yang langganan banjir? Itukah sebabnya negara kepulauan yang punya wilayah laut terbesar dunia harus impor garam??

Kawan, MERAH PUTIH MEMANGGILMU!!

Sebaik-baik ilmu adalah yang diamalkan. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat. Sebaik-baik kehidupan adalah yang dijalani dengan memberikan manfaat ilmu pada sesama. Idealisme hidupku dipertanyakan berulang kali. Sudahkah hidup kita memberi manfaat bagi sesama? Sudahkah ilmu kita bermanfaat?

Tidak, tulisan ini bukan untuk membuatmu ingin jadi PNS (syukur2 kalau memang jadi pengen daftar CPNS). Tulisan ini untuk mengingatkan bahwa merah putih dalam dirimu dipertanyakan. Definisikan merah putihmu. Tunjukkan Indonesia mu. Adakah idealisme dan tanah airmu diukur melalui rupiah? karena merah putih memanggilmu !!

*) penulis a/ kontributor yg bekerja sbg relawan di UNHCR, Jenewa.

you may also like