KONSEP PENDULUM DAN EKSTRIM TENGAH, SEBUAH PEMIKIRAN

Waktu mendapat Pendidikan di Lemhannas selama 9 bulan, saya terkesan kepada seorang sahabat, bernama Dr. Mulyanto yang selalu mengkait-kaitkan sesuatu itu dengan “Teori Pendulum” atau Teori Bantul, ibarat sebuah jam zaman dulu ada alat yang begerak ke kiri dan kekanan, terus bergerak, dan ketika pendulum atau bantul ini diam, maka jam itu mati. Bermula dari pendulum ini, maka dalam kehidupan perpolitikan di tanah air dan bahkan di dunia ini, sulit menghindar dari Konsep Pendulum ini yakni, ada ekstrim kiri lalu ekstrim kanan, maka akan ada EKSTRIM TENGAH. (pendapat saja).

Biasanya, Ekstrim Kiri pendekatannya, sepenuhnya manusia, sosialis, ujungnya komunis yang atheis, SAMA SEKALI TIDAK MENGENAL atau Mengakui Tuhan sebagai Dzat Yang Maha Kuasa, oleh kelompok ekstrim ini, Tuhan benar benar di DEL. Ekstrim Kiri tak kenal apa itu Surga dan Neraka, Mati ya Mati, sudah, artinya  lenyap kehidupan. Jargon yang terkenal, “Agama itu Narkoba, bagi masyarakat, maka agama kudu dihilangankan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karena agama hanya mengkotak- kotakan manusia, ada muslim, ada Kristian, Budhies dll. Pokoknya hidup itu berbuat baik sama orang selesai, tak ada perhitungan hari akhir. Kalua mati ya selesai kehidupan. Titik.

Esktrim Kanan, didominasi kaum agamawan, Pencinta Tuhan Yang Maha Kuasa, tokoh yang paling berperan disini adalah Kyai, Pendeta, Pastor, Ulama, ustadz, Habib. Mereka percaya ada dunia, ada akherat ada surga dan ada neraka. Hidup adalah pengabdian kepada Pencipta. Hidup harus berjuang membela Agama. Bila mati sedang memperjuangkan agama disebut Mati Syahid, martir dan balasannya Surga. Kaum agamawan sangat percaya adanya Perhitungan hari akherat. Manusia akan ditempatkan dui Surga atau di Neraka, bergantung amal perbuatannya di dunia ini.

Untuk memudahkan gambaran. Bila kita bayangkan Kurva Kurtosis, ada angka minus sepuluh, minus Sembilan hingga NOL, lalu Plus satu, Plus dua dan seterusnya hingga Plus Sepuluh. Nah kaum komunis ini berada pada minus sepuluh sementara kaum agamawan ini berada pada Plus Sepuluh. Ditengah tengah itu NOL, ini yang mang Engkoes sebut Ekstrim tengah, mengapa karena tidak mau disebut Komunis, tidak mau disebut Agamais. Menurut mang Engkoes, TIGA KELOMPOK ini (1) Agamais, (2) tengah-is dan (3) Komunis, sejak tahun 1919, hingga 2019 hari ini Tetap Eksis.

Alkisah tahun 1919, seorang tokoh agama islam, membangun Persyarikatan Islam bernama Syarikat islam. Mempunyai tiga murid yang cerdas yakni Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, Sukarno dan Muso. Ketga murid ini berbeda pendapat, maka Kartosuwiryo menjadi Ekstrim Islam, Muso kelak menjadi Ekstrim Komunis. Sukarno inilah cikal bakalnya Ekstrim Tengah, bernama Ultra Nasionalis.

Bila ditarik ke zaman sekarang di Negara Indonesia, maka Ekstrim kanan itu paling ujungnya katakanlah Plus Sepuluhnya adalah HTI (Hitbuz Tahrir Indonesia), dalam paham HTI yang murni. Negara Indonesia tidak ada, semua melebur ke Khalifahan islam, dibawah seorang Khalifah (Imam Besar Dunia), ajaran Pancasila tidak ada, yang ada hanya Ajaran Islam, bergerak kekiri sedikit, Plus Sembilan, ada konsep NII (Negara Islam Indonersia), Negara tetap ada hanya Pancasila diganti oleh Al Quran dan Hadist.

Lalu ekstrim kirinya, dulu ada Partai Komunis, sekarang tidak ada dan tak ada yang berani terang-terangan sebagai Kelompok Komunis, tapi terus bergerak tanpa bentuk, dan saat ini gerakannya sudah berhasil yakni dengan MENIHILKAN peran-peran tokoh agama dalam kenegaraan. Misal, bukti sejarah bahwa negara ini dimerdekakan oleh perjuangan kaum santri, tidak ada lagi. Segala yang berbau Arab, dinihilkan. Budaya Arab dijelekan, budaya nusantara ditonjolkan. Orang lupa, bahwa Islam tak bisa dilepas dari Arab, Bahasa Al Quran, Sholat da banyak hal adalah Bahasa Arab.

Adapun ekstrim tengah ini pendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui Konsep Pancasila sebagai dasar negara, maka NKRI ini mengakui semua agama yang sah, tapi NKRI bukan negara Agama. NKRI menolak sama sekali paham komunis. Siapakah yang mengisi ekstrim tengah ini, tentu saja ada orang komunis atau minimal berpaham komunis, tetapi TIDAK Memperlihatkan diri, ada juga kaum agamawannya, mereka hanya menjadikan agama sebagai pedoman kehidupan baik (Ahlakul Karimah) bagi individu dan tidak dijadkan dasar-dasar dalam memutuskan perkara negara. Zaman dulu ada istilah NASAKOM (Nasional Agama Komunis), lalu zaman Suharto ada istilah P4, zaman kini ada istilah “Saya Pancasila”, atau “Saya Indonesia”. Pokoknya kelompok ekstrim tengah ini paling merasa Pemilik Pancasila, ada bahayanya, kalau terus Ekstrim Tengah semakin ekstrim akhirnya mempertuhan Pancasila. Berarti mempertuhan berhala, manusia akan kembali ke zaman jahiliyah. Naudzubillah min Dzalik.

Dari sudut pandang ilmu politik, apakah NASAKOM atau P4 atau “Saya Pancasila”, sama saja itu, karena secara teori, jargon-jargon itu, alat penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Musuhnya adalah dituduh sebagai lawan negara. Maka munculah Anti Nasakom, (ingat ada lagu Nasakom Bersatu, Singkirkan kepala batu)_. Ada sebutan Anti Pancasila, itu dulu. Kalau sekarang ada Radikalisme, Intoleran dan Anti NKRI adalah musuh negara. Karena ada UU-IITE

Bila konsep ekstrim tengah ini memang ada, maka apa solusi yang terbaik buat negara Indonesia, agar negara ini aman tentram kerta raharja, subur, adil Makmur, gemah ripah lohjinawi. Salam Bahasa kaum agama, Baldatun Thoyiibatun warabbun Ghofur. Negara yang Indah dalam Kasih saying Ilahy dan penuh ampunan dari berbagai kesalahan. Untuk sementara mang Engkoes belum berani menyarankan sebuah solusi, tapi tulisan ini, bila ada sedikit saja kebenaran semoga dikembangkan. Namun satu hal yang saya inginkan, agar semua orang pintar berpikir dan mencari jalan keluar terbaik, karena, “ Hancurnya sebuah peradaban, Bukan karena kecanggihan para penjahat, akan tetapi karena DIAM-nya orang-orang pintar (Imam Hasan Albana).

Prof. M. Koesmawan.

you may also like