INDONESIA DIPERSIMPANGAN JALAN: REFLEKSI PERJUANGAN REFORMASI
Dewasa ini proses reformasi yang tengah berlangsung telah memperlihatkan perubahan yang mendasar di segala bidang, baik di bidang politik, hukum, pertahanan keamanan, ataupun bidang sosial budaya. Kondisi ini, berlangsung dalam sebuah masyarakat yang rentan telah menghasilkan peningkatan tindak kekerasan, baik yang dilakukan secara perorangan (individual violence) maupun secara kelompok (collective violence). Kasus-kasus kerusuhan etnis merupakan peristiwa-peristiwa yang bukan hanya menggugah rasa perikemanusiaan dan bangkitnya semangat partisan suku bangsa dan solidaritas Agama, tetapi juga dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial yang terjadi setempat, atau bahkan yang paling buruk menyebabkan disintegrasi nasional.
Peristiwa ini, jelas telah merusak mosaik sosial budaya Indonesia, terutama bagian Timur yang telah dimanipulasi oleh berbagai pihak. Demikian pula dengan munculnya berbagai anarkhi sosial (social anarchy), sebagai bentuk kerawanan sosial yang memperparah dan meresahkan masyarakat. Lemahnya wibawa hukum dan aparat pemerintah telah membuka peluang bagi terjadintya chaos. Rakyat tidak lagi percaya pada aparat resmi pemerintah untuk menyelesaikan konflik sosial.
Kondisi tersebut dengan jelas memperlihatkan suatu kondisi yang menyangkut hilangnya instink komunitas secara meluas, yaitu dari hilangnya rasa memiliki sekelompok orang terhadap sebuah negara bangsa, hilangnya ikatan atau solidaritas komunal, hingga hilangnya ketaatan pada sistem sosial dan normatif yang berlaku. Proses disintegrasi semacam ini akan mempengaruhi masyarakat dalam merespon berbagai tantangan dan peluang ke depan.
Disamping itu, dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang berkepanjangan yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah melalui penjualan asset-aset Negara melalui berbagai lembaga yang dibentuk untuk itu. Penjualan asset itu mencakup swastanisasi Badan Usaha Milik Negara, yang tidak lagi membatasi kepemilikan negara, yang sepenuhnya dapat dimilki oleh usaha swasta termasuk kepemilikan asing. Hal ini tentu saja mengancam kelompok masyarakat yang marginal yang selama ini hidup atas usaha Negara tersebut.
Kesadaran Kebangsaan
Seperti kita ketahui bersama, sejarah menunjukkan bahwa kebangsaan merupakan faktor utama lahirnya kesadaran untuk merdeka, sekaligus mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Kebangsaan telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk berdiri sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, dan berdaulat. Munculnya kebangsaan nasional merupakan masa lahir dan tumbuhnya kesadaran berbangsa dan bernegara. Sebagai gerakan yang menyejarah, kesadaran itu tumbuh dan bersemi dari yang sifatnya samar-samar, kecil dan terpisah-pisah, berkembang menjadi suatu gerakan yang jelas arah dan tujuannya, besar, menyatu, dan menyeluruh sifatnya, meskipun perbedaan dan konflik sering tidak dapat dihindari karena perbedaan kepentingan. Tetapi dalam tataran tertentu perbedaan-perbedaan itu diakui sebagai dinamika dan kreativitas politik yang dapat mendorong peningkatan demokratisasi.
Kelahiran dan perkembangan kebangsaan Indonesia mempunyai corak tersendiri, yang berbeda dengan kebangsaan sebagaimana yang tumbuh di negara-negara Eropa. Paham kebangsaan Indonesia tidak berkonotasi etnis, tetapi tetap mengakui kemajemukan yang ada dalam kerangka persatuan dan kesatuan bangsa. Berdirinya Budi Utomo tahun 1908 diakui sebagai awal kebangkitan nasional yang terbentang dalam kurun waktu yang cukup panjang yang diisi dengan karya-karya manusia Indonesia untuk menemukan, menumbuhkan sekaligus mengaktualisasikan paham kebangsaan untuk membangun jati diri dan identitasnya dalam sejarah umat manusia. Sebagai suatu gerakan, Budi Utomo memusatkan gerakan dan usahanya di bidang budaya, khususnya pendidikan. Gerakan ini telah mendorong lahir dan berkembangnya partai-partai politik maupun organisasi-organisasi pergerakan lainnya.
Secara historis kultural, bangsa Indonesia telah ada sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu sejak diikrarkannya sumpah pemuda yang mengaku berbanga satu, bertanah air satu dan berbahasa satu, Indonesia. Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa kemerdekaan sebagai manifestasi perkembangan kesadaran kebangsaan itu tercapai karena ada persatuan yang kuat. Bangsa Indonesia tidak didasarkan atas persamaan kelahiran, kesukuan, asal-usul, keturunan, kedaerahan, ras ataupun keagamaan, tetapi didasarkan atas persamaan perasaan kebangsaan Indonesia, kehendak untuk hidup bersatu di tanah air Indonesia sebagai satu bangsa untuk bersama-sama berjuang mencapai cita-cita kebangsaan. Dengan demikian, konsep kebangsaan Indonesia tidak berkonotasi etnis.
Pemahaman diatas berkonsekuensi pada pengakuan secara sadar terhadap adanya kemajemukan sebagai kenyataan yang harus diterima, Persoalannya adalah bagaimana usaha kita agar perbedaan-perbedaan itu tidak menjadi penghalang peningkatan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, tetapi justru fungsional bagi dasar pembangunan demokrasi. Oleh karena itu, secara kultural, kebangsaan dan persatuan Indonesia bukan sesuatu yang harus seragam atau uniform, karena penyeragaman tidak realistis dan melanggar hak asasi manusia.
Kemunduran Sejarah
Jika direnungkan secara mendalam, fenomena yang terjadi akkhir-akhir ini merupakan kemunduran sejarah, karena telah menyimpang dari konsensus nasional Sumpah Pemuda 1928. Sesungghnya, yang tersirat dalam teks Sumpah Pemuda yag dideklarasikan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang lalu merupakan konsepsi budaya yang sangat besar dan memiliki makna yang sangat dalam bagi bangsa Indonesia. Dari semangat sumpah pemuda itu, lahirlah kemerdekaan secara harafiah yang dapat dirasakan sebagai bangsa yang lepas dari tangan penjajah, menjadi bangsa yang memiliki harga diri, harkat dan martabat sebagai nilai-nilai budaya.
Sumpah Pemuda, dengan demikian, semestinya dapat dijadikan dasar untuk membangun negeri ini agar tidak terpecah-pecah, dan dapat menyelesaikan masalah kebudayaan bangsa yang mencakup segi-segi yang sangat kompleks antara lain, berkaitan dengan integritas bangsa, pembangunan kebudayaan Indonesia, hukum dan disiplin nasional, pendidikan nasional, ekonomi bangsa, kehidupan sosial kemasyarakatan dan perubahan pola hidup masyarakat dari agraris tradisional menjadi industrialistis modern, termasuk pula didalamnya kehidupan politik, demokrasi dan otonomi daerah, bahkan kehidupan seni budaya yang merupakan bagian yang selama ini tersisihkan.
Oleh karena itu, untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun sebuah masyarakat sipil yang demokratis, dengan penegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru itu adalah sebuah “masyarakat multikultural Indonesia” yang dibagun dari puing-puing tatanan kehidupan Orde Baru yang bercorak “masyarakat majemuk” (plural society). Sehingga, corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ikabukan lagi keanekaragaman sukubangsaa dan kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Dalam model multikulturalisme ini, masyarakat Indonesia dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan, sehingga akan juga mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, seperti politik dan demokrasi, keadilan dan penegakkan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas. Multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan masyarakat yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya, merupakan sumbangan yang penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia.
Meletakkan multikulturalisme sebagai dasar membangun masyarakat dan bangsa Indonesia, menjadikan demokrasi menjadi dasar bernegara. Demokrasi merupakan salah satu sistem kenegaraan yang diselenggarakan oleh rakyat atau atasnama rakyat. Tatanan Demokrasi yang ideal bagi negara berkembang seperti Indonesia adalah yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir masyarakat dan kemampuan perekonomian nasional yang makin mampu mensejahterakan rakyat. Proses berdemokrasi, atau demokratisasi memerlukan beberapa persyaratan, antara lain (a) memiliki kesadaran berbangsa dan nasionalisme yang tinggi; (b) memiliki kebesaran jiwa dan sportif; (c) konstitusional; (d) terjaminnya keamanan; dan (e) bebas dari campur tangan asing.
Oleh karena itu, salah satu tugas pemerintah adalah mempersempit pertentetangan antar etnik, golongan, dan agama dalam melaksanakan peran dan fungsi konstitusionalnya. Pemerintahan berarti seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi tercapainya tujuan negara. Pemerintahan memiliki dua pengertian, yaitu pertama dalam arti luas yaitu yang mencakup seluruh fungsi negara seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kedua, pemerintahan dalam arti sempit hanya meliputi fungsi eksekutif saja. Pada hakekatnya negara adalah suatu organisasi masyarakat, yaitu sekelompok orang yang dengan kerja sama dan pembagian tugas yang jelas mengejar tujuan bersama yang tidak dapat dicapai orang masing-masing karena kemampuannya sendiri.
Mewujudkan Kesejahteraan Sosial
Berkaitan dengan pembangunan ekonomi, mutu suatu negara amat tergantung pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat dan menyelenggarakan hidup yang baik bagi semua warganya. Tujuan negara yang demikian itu, juga merupakan tujuan negara Indonesia, yaitu demi kepentingan seluruh rakyat, untuk menjamin dan memajukan kesejahteraan umum seperti yang ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan negara Indonesia tersebut terdiri atas tiga pokok, yaitu (1) melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (3) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam kaitan inilah pemerintah membentuk usaha negara, yang mempunyai tugas pokok mengendalikan harga bagi kebutuhan masyarakat.
Pembentukan usaha-usaha negara berkaitan dengan masalah kesejahteraan sosial, memajukan kesejahteraan umum, dan menciptakan satu basis kemakmuran bagi seluruh rakyat. Kemakmuran adalah suatu keadaan yang kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dipenuhi secara wajar, mantap, dan terus menerus. Tentunya, kemakmuran itu adalah kemakmuran umum (public prosperity), yaitu tersedianya barang-barang dan jasa-jasa bagi rakyat, sehingga orang masing-masing dapat mencapai kemakmuran pribadinya.
Dalam pembangunan sosial, prinsip dasarnya adalah bahwa perwujudan keadilan sosial perlu diberi prioritas utama dalam usaha pembangunan masyarakat Prinsip ini mengandung makna, bahwa kemanusiaan sebuah masyarakat dapat diukur dari perhatiannya kepada anggota masyarakatnya yang paling miskin, paling lemah, dan paling menderita. Dalam kaitan ini, terdapat tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu (1) kesetiakawanan sosial, (2) kesenjangan sosial, ketimpangan sosial, (3) kemiskinan berkaitan dengan struktur-struktur ketergantungan. Dalam kaitan ini, implikasinya adalah perlunya jaminan tentang:
Persamaan dalam menikmati hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya; negara dapat melakukan batasan-batasan terhadap pelasanaan hak ini melalui pengaturan dalam undang-undang sejauh tidak bertentangan dengan hakekatnya dan semata-mata demi tujuan memajukan kesejahteraan umum dalam masyarakat demokratis;
- Mengakui hak untuk bekerja, mendapatkan nafkah yang layak dari pekerjaan itu yang melakukan pekerjaan yang secara bebas dipilih, melakukan perlindungan terhadapnya;
- Negara menyelenggarakan dan menjamin hak setiap orang atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial; dan
- Memberikan jaminan kepada setiap orang atas standar penghidupan yang layak, bebas dari kelaparan, dan menikmati standar hidup yang memadai yang dapat dicapai untuk kesehatan jasmani dan rohani.
Dalam mengemban tugasnya menjamin kesejahteraan umum, negara dengan perlu menetapkan norma moral dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Melalui penetapan peraturan perundang-undangan ini, negara menuntut pel bagai sikap yang perlu dimiliki oleh setiap warga negara demi kepentingan umum. Namun, yang sering menjadi perdebatan adalah mengenai pandangan hukum yang justru sering mengabaikan tujuan pokok negara dalam mewujudkan kesejahteraan, yaitu disatu pihak terdapat anggapan bahwa hukum merupakan kendaraan untuk kepentingan mereka yang kuat. Di pihak lain, hukum tidak lain adalah alat legitimasi kekuasaan yang dalam arti tertentu menjadi alat pembenaran kekerasan. Atau dengan perkataan lain, hukum tidak berdaya bagi mereka yang tidak mempunyai kekuatan atau yang dalam posisi lemah.
Pada titik ini, terasa demikian penting peran perusahaan Negara dalam menjamin kemakmuran bersama. Tetapi, dalam perjalanannya, ternyata perusahaan yang dimiliki negara tersebut tidak mampu menjalankan fungsi pokoknya, karena menjadi “sapi perah” bagi pemerintah yang berkuasa, sehingga usaha negara ini justru menjadi beban bagi anggaran negara. Oleh karena itu, dengan semangat perwujudan kesejahteraan bersama kita perlu menata kembali aset-aset bangsa dengan mengembalikan fungsinya sebagai penyeimbang harga dalam pasar bebas ini, agar menguntungkan semua pihak.
Penutup
Bagaimanapun, diperlukan reorientasi dan revitalisasi nilai-nilai kebangsaan, terutama nilai sumpah pemuda yang menyadarkan kita akan arti penting nilai kebangsaan. Sumpah Pemuda dapat dijadikan dasar untuk membangun agar kita tidak terpecah-pecah, dan dapat menyelesaikan masalah kebudayaan bangsa yang mencakup segi-segi yang sangat kompleks, seperti integritas bangsa, pembangunan kebudayaan Indonesia, hukum dan disiplin nasional, pendidikan nasional, ekonomi bangsa, kehidupan sosial kemasyarakatan dan perubahan pola hidup masyarakat dari agraris tradisional menjadi industrialistis modern, termasuk pula didalamnya kehidupan politik, demokrasi dan otonomi daerah, bahkan kehidupan seni budaya yang merupakan bagian yang selama ini tersisihkan.
pic: Netralnews.com