GENERASI MUDA JANGAN DISIA-SIAKAN
Sejak berdiri beberapa tahun yang lalu LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) telah memberikan beasiswa kepada sekitar 10 ribu pemuda untuk program S2 dan S3. Ada yang berangkat ke Luar Negeri dan ada juga yang melanjutkan pendidikan di Indonesia. Sampai minggu ini sudah ada 63 gelombang angkatan. Melalui pola seleksi sedemikian rupa, di setiap angkatan selalu terjaring peserta dari luar Jawa, termasuk Papua. Upaya ini sangat baik, karena bila tidak dilakukan kepeduliaan khusus bagi daerah Timur, bisa jadi peserta hanya dari Jawa.
Saya mendapat kesempatan mengisi materi tentang entrepreneurship di angkatan atau PK (Persiapan Keberangkatan) ke 63. Kesan umum yang saya tangkap adalah mereka putra-putri Indonesia yang cerdas-cerdas. Selain itu, kemampuan mereka untuk mendengar sangat baik. Biasanya, pemuda kita tidak mempunyai kemampuan itu. Sehingga ketika seseorang bicara menyampaikan materi, umumnya gemuruh. Tidak terbiasa mendengar. Para peserta LPDP, paling tidak dari PK63, saya tidak mendapat kesulitan ketika presentasi. Perlu diketahui, bahwa kemampuan mendengar ini sangat penting bagi seorang ilmuwan ataupun entrepreneur. Syukurnya mereka punya kemampuan itu. Suatu awal yang baik.
Antusiasme mereka juga sangat baik. Ketika sesi tanya jawab dibuka, banyak sekali peserta yang mengangkat tangan. Walaupun tentunya harus dipilih beberapa orang saja, karena soal waktu. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan juga sangat bagus dan mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa mereka faham materi yang disampaikan lalu mereka ingin tahu lebih dalam lagi. Keadaan ini sangat membahagiakan.
Dari pengamatan sekilas tersebut, saya berkeyakinan bahwa mereka tidak akan mendapat kesulitan untuk menyelesaikan pendidikan baik S2 maupun S3. Bahkan dalam tempo yang tidak akan terlalu lama dengan indeks prestasi yang baik (excellent). Dengan demikian kita memiliki calon ilmuwan atau science-techno-preneur di masa depan. Karena penduduk kita ini banyak, tentu jumlah peserta LPDP ini harus diperbanyak dari tahun ke tahun. Sehingga kita segera memiliki “critical mass’ yang bisa menggerakkan ekonomi Indonesia berbasis ilmu pengetahuan.
Kekhawatiran
Untuk keberhasilan studi mereka, saya tidak khawatir. Yang menjadi kekhawatiran saya justru setelah mereka selesai studi. Bila sistem yang ada di Tanah Air ini seperti yang ada sekarang, apapun kepandaian dan ilmu yang telah mereka miliki, negara kita tidak akan banyak beranjak naik. Mengapa? Karena tetap akan berenang di kultur seperti saat ini yang lambat dan kurang menghargai inovasi. Pola triple-helix pemerintah, industri, dan perguruan tinggi tidak saling sambung. Terlalu masing-masing.
Memang merubah kultur tidak begitu mudah, tetapi pemerintah harus berani menjadi pemimpin dalam perubahan ini. Sebagai contoh, Tiongkok, Korea, Taiwan, dan Malaysia yang pada dekade 70 tidak terlalu berbeda dengan Indonesia, kini melaju dengan cepat melalui perubahan yang dipimpin oleh pemerintah. Saat ini konsep rancangan besar (grand design) Indonesia untuk menjadi negara maju dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi belum terlihat. Wacana membuat “haluan negara” pun masih berbobot politik, baik proses ataupun kandungannya. Seakan-akan di dalam “haluan negara” itu tidak perlu komponen iptek. Paling tidak, belum terdengar.
Sudah waktunya, pemerintah bekerjasama dengan dunia industri dan usaha serta perguruan tinggi menyusun “grand design” itu. Kemana negara ini akan dibawa, bagaimana upaya menjabarkannya, model kaitan antar lembaga, serta indikator berbagai komponen bangsa harus secara rinci disiapkan. Lalu konsep ini dijaga oleh lembaga khusus, katakan Bappenas, untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara regular. Semuanya harus dijalankan secara profesional, konsisten, dan berkesinambungan.
Peta kebutuhan keahlian dan orangnya bisa dikaitkan dengan penerima beasiswa LPDP. Mereka berkewajiban mengikuti panduan dalam grand design sebagai pelaksana peta jalan (road map). Dengan demikian, pengiriman pemuda Indonesia ke berbagai negara adalah bagian dari rancangan besar itu. Inilah yang telah dilakukan pemerintah Tiongkok 40 tahun yang lalu untuk membangun negaranya. Dus, kemajuan Tiongkok saat ini tidak terjadi secara tiba-tiba dan tanpa grand design. Memang awalnya akan terasa berat, tetapi pola ini akan memudahkan kemajuan Indonesia di masa depan.
Tanpa itu semua, kekhawatiran saya terhadap mereka yang cerdas-cerdas akan tetap ada. Karena ketidakjelasan fungsi mereka di Tanah Air, jangan disalahkan bila mereka mengisi lembaga-lembaga keilmuan di negara asing. Lalu kita hanya akan bangga bahwa mereka adalah orang Indonesia. Tetapi bangsa Indonesia tetap miskin, semrawut, sesak dan sulit mencari pekerjaan. Kesejahteraan semakin jauh, rasio gini semakin besar yang artinya kesenjangan kaya dan miskin semakin lebar. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin merana.
Generasi muda adalah harapan bangsa. Jangan sia-siakan mereka.