MUSEUM FUTURISTIK KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

Jakarta, 26/07/19— ‘…catatan kependudukan di Indonesia sudah dimulai sejak jaman Pemerintah Hindia Belanda dan ditangani oleh sebuah lembaga yang dinamakan Burgerlijke Stand Batavia (Lembaga Catatan Sipil). Lembaga ini mempunyai tujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan, pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya, serta memberi kepastian hukum yang sebesar- besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan, perkawinan dan kematian. (ANRI, Burgerlijke Stand Batavia 1623-1890.)…’ jelas Suhendra Ridwan, Sekretaris I Yayasan Bhakti Bangsa, usai bertemu David Yama, Direktur Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan, Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, di Jakarta, 25/07/19.

Suhendra juga mengungkap untuk rekam kependudukan pasca Indonesia merdeka, baru pada tahun 1961 mengadakan sensus penduduk pertamanya. ‘…sensus penduduk pertama yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia tahun 1961 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 97,1 juta jiwa…’

Sensus penduduk yang ke dua diadakan oleh pemerintah pada tahun 1971. Hasil sensus penduduk tahun 1971 menunjukkan penduduk Indonesia sebanyak 119,2 juta jiwa.Pemerintah mengadakan sensus penduduk  yang ke tiga pada tahun 1980, hasilnya menunjukan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 146,9 juta jiwa.Sensus penduduk ke empat yang dilaksanakan pada tahun 1990 menunjukan jumlah penduduk Indonesia saat itu sebanyak 178,6 juta jiwa.Sensus penduduk ke lima diadakan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2000, data sensus saat itu menunjukan penduduk Indonesia berjumlah 205,1 juta jiwa. Sedangkan sensus penduduk ke enam yang diadakan pada tahun 2010 menunjukan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa.

Menurut Suhendra, pendataan terhadap penduduk bukan sekedar untuk mengetahui jumlah penduduk semata akan tetapi juga mencakup berbagai hal, seperti tingkat kesejahteraan dan persebarannya. Oleh karena itu diperlukan akurasi dan validitas data serta informasi yang akan menjadi acuan untuk menentukan kebijakan tentang penanganan masalah kependudukan selanjutnya.

Lebih lanjut Suhendra menyampaikan perlunya pendataan kependudukan mengingat penduduk merupakan sumber daya potensial dan strategis sebagai penegak keutuhan dan kedaulatan bangsa sekaligus sebagai penggerak pembangunan. Akan tetapi kependudukan dapat menjadi masalah serius jika penanganannya tidak terarah dan tepat sasaran. Penangan masalah kependudukan adalah penanganan yang terus menerus, berkelanjutan dan berorientasi jangka panjang.

Untuk itu perkembangan kependudukan ini perlu diketahui oleh masyarakat luas. Dan bagaimana cara mudah memperkenalkan dan atau mempublikasikan informasi tersebut ke masyarakat, terutama dalam konteks Bonus Demografi yang sedang dijalani Indonesia hingga 2035 mendatang.

Yayasan Bhakti Bangsa, sebagai salah satu lembaga yang peduli atas isu bonus demografi, Kamis (25/07/19), urun rembuk pendapat terkait rencana Direktur Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan, David Yama, untuk menyempurnakan dokumentasi digital dengan menyisipkan isu bonus demografi didalamnya.

Dokumen digital tersebut nantinya diharapkan akan menjadi semacam museum futuristik; museum yang berbasis audio visual. Menurut David Yama yang dikutip Suhendra, ‘…banyak keuntungan dan manfaat praktis dari Museum Digital tersebut, diantaranya, pertama, penyebaran informasi bisa sangat meluas, tidak saja dinikmati publik dalam negeri melainkan juga masyarakat internasional. Kedua, visualisasi informasi cenderung memudahkan orang untuk mencerna dan memahami informasi yang diterimanya sehingga maksud dan tujuan diharapkan tepat guna dan tepat sasaran…’

sb: esispr//

you may also like