NEGARA WAJIB LINDUNGI ARSIP KEPENDUDUKAN
Data-data kependudukan diperlukan untuk mendukung terciptanya kesempatan kerja, memperluas peluang usaha, mengurangi kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan upaya-upaya menegakkan persatuan dan kesatuan, serta menyangga kedaulatan NKRI.
Keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai visi pembangunan sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan, demikian sambutan Presiden SBY saat pencanangan sensus penduduk pada tahun 2010 lalu. “Informasi mengenai kependudukan dalam bentuk data kependudukan merupakan modal pembangunan, dipakai untuk perencanaan pembangunan bagi negara manapun, tidak terkecuali di Indonesia”, tambahnya.
Pemerintah berkepentingan untuk mengetahui data kependudukan, data jumlah penduduk yang detail dengan segala indikatornya dari kegiatan sensus penduduk merupakan data statistik penduduk yang berguna untuk menghitung produk domestik bruto suatu negara, pendapatan per kapita, maupun mengantisipasi adanya pertumbuhan penduduk. Ancaman adanya pertumbuhan penduduk telah dikemukakan oleh Thomas Malthus dalam teorinya, ‘essay on the principle of population’ bahwa hukum alamiah akan memengaruhi pertumbuhan penduduk. Menurutnya penduduk akan selalu bertambah lebih cepat dibanding
dengan pertumbuhan makanan. Dengan sendirinya, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan menyebabkan munculnya masalah kependudukan, yaitu ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari penyediaan kebutuhan makanan, fasilitas kesehatan dan pendidikan, tersedianya lapangan pekerjaan, perumahan dan lain-lain.
Data kependudukan tidak berhenti kepada kuantitas penduduk yang meliputi struktur umur penduduk, kelahiran, dan kematian, namun juga berbicara mengenai kualitas penduduk, seperti masalah pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, termasuk mengenai persebaran penduduk. Data kependudukan bisa diperoleh melalui kegiatan sensus penduduk dan pelayanan administrasi kependudukan.
Informasi dalam arsip kependudukan, informasinya terkait dengan kualitas dan kuantitas penduduk. Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab terhadap kuantitas dan kualitas data dari arsip kependudukan yang diperoleh melalui kegiatan sensus, baik itu sensus penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali dan diselenggarakan pada tahun-tahun berakhiran angka 0, seperti tahun 2000, tahun 2010, dan seterusnya. Sensus pertanian yang diselenggarakan pada tahun berakhiran angka 3, seperti tahun 1993, tahun 2003, dan seterusnya, serta sensus ekonomi pada tahun berakhiran angka 6, seperti tahun 1996 dan tahun 2006. Arsip yang tercipta dari kegiatan sensus ini disebut arsip data.
Menurut Kepala BPS, Dr. Suryamin, “arsip data yang belum diolah atau data yang masih mentah bersifat rahasia, belum dapat dikonsumsikan ke publik, berbeda dengan data yang diolah maka arsip data bisa di akses seluas-luasnya oleh publik”, tuturnya. BPS pun telah menyiapkan data tidak hanya dalam media kertas tetapi juga dalam bentuk digital, arsip data bisa diakses setiap saat melalui internet (www.bps.go.id). Menurutnya, begitu arsip data telah diolah maka informasinya bersifat terbuka dan menjadi ranah publik, kecepatan data akan memengaruhi kualitas data.
Berbicara masalah kualitas data kependudukan menjadi sorotan tersendiri oleh Dr. Sugiri Syarief, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Menurut beliau, masih banyak instansi pemerintah mempunyai angka (data kependudukan) sendiri-sendiri, namun sangat disayangkan data yang dimilikinya tidak dapat dipercaya dari segi kualitasnya, seharusnya semua data kependudukan terintegrasi dan hanya BPS lah yang berhak dan dipercaya untuk mengeluarkan data. Di BKKBN sendiri ada unit yang bertanggung jawab terkait dengan data kependudukan, namun secara fungsi tetap berkoordinasi dengan BPS.
BKKBN merasa berkepentingan untuk memanfaatkan data kependudukan, terlebih amanat Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Berencana, menitikberatkan kepada pengendalian pertumbuhan penduduk, selain melaksanakan program keluarga berencana. Saat ini BKKBN telah menyiapkan grand design kependudukan sesuai dengan visinya ‘penduduk tumbuh seimbang pada 2015’. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, maka diperlukan data kependudukan yang akurat dan senantiasa terbarui, jika perlu harus didukung dengan perubahan mind set dalam mengelola arsip kependudukan”, imbuhnya.
Dalam penjelasannya, BKKBN berharap Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) selaku pembina kearsipan nasional harus memberi peluang seluas-luasnya kepada karyawan yang telah mengkhususkan pekerjaannya di bidang kearsipan, sehingga menepis adanya anggapan petugas kearsipan (arsiparis) kurang bergengsi. Keberadaannya bisa dirasakan dengan terkelolanya arsip- arsip kependudukan secara akurat dan lengkap, demikian paparan dari Sugiri Syarief, yang sebelum menjadi Kepala BKKBN sempat menjadi Sekjen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selama ini BKKBN senantiasa rutin menyerahkan arsip statisnya ke ANRI, ini berkat adanya arsiparis maupun supervisi yang dilakukan ANRI. Namun diakui, untuk pengelolaan arsip kependudukan yang bersifat dinamis belum sepenuhnya sempurna karena keterbatasan arsiparis.
Keakuratan dan kelengkapan data kependudukan juga dibutuhkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), terutama dalam menyusun kebijakan strategis yang terkait dengan masalah kependudukan. Data-data kependudukan diperlukan untuk mendukung terciptanya kesempatan kerja, memperluas peluang usaha, mengurangi kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan upaya-upaya menegakkan persatuan dan kesatuan, serta menyangga kedaulatan NKRI, demikian penjelasan Ir. Roosari Tyas Wardani, M.MA, Dirjen P2MKT Kemenakertrans.
Lebih lanjut, Dirjen P2MKT ini berharap ANRI melakukan pembinaan secara kontinu ke instansi-instansi ke instansi-instansi pemerintah, terutama dalam hal pengelolaan, penyimpanan dan pemeliharaan sehingga semua data arsip yang dikeluarkan oleh pemerintah khususnya yang terkait dengan pengelolaan arsip kepedudukan itu dapat dipercaya, valid dan akurat.
Selain informasi arsip kependudukan seperti yang dikemukakan sebelumnya, ada juga arsip yang lebih spesifik menyangkut kepemilikan dari penduduk, yaitu dokumen kependudukan. Menurut Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dokumen ini merekam semua peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk Indonesia, baik yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), seperti : biodata penduduk, kartu keluarga, Kartu Tanda Penduduk (KTP), surat keterangan kependudukan, dan akta pencatatan sipil. Dokumen ini merupakan data kependudukan yang diberikan oleh negara terhadap identitas penduduk, sekaligus pengakuan negara terhadap hak sipil dan hak politik bagi setiap warga negara.
Penyempurnaan terhadap identitas warga negara saat ini juga tengah dilakukan melalui program elektronik KTP (e-KTP) yang berbasis kepada database kependudukan secara nasional. Sebagai dokumen kependudukan, maka e-KTP dilengkapi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan sistem keamanan/ pengendalian sebagai alat verifikasi dan validasi database penduduk, baik dari sisi administrasi dan teknologi informasi. Penerbitan e-KTP dengan single identity number bertujuan untuk mencegah adanya KTP ganda, dan dapat berguna untuk penerbitan paspor, SIM, NPWP, asuransi, dan sertifikat hak atas tanah, serta keperluan lain yang terkait dengan hak sipil maupun hak politik warga negara.
Hak sipil setiap warga negara terekam dari sejak terciptanya akta kelahiran sebagai bukti autentik pengakuan negara terhadap seseorang. Seorang penduduk belum diakui sebagai warga negara apabila belum mempunyai akta kelahiran, KTP dan kartu keluarga. Demikian pula dengan paspor, merupakan pengakuan warga negara yang diberikan negara saat yang bersangkutan berada di luar negeri. Adanya paspor maka dengan sendirinya memberikan rasa aman bagi setiap warga negara, karena negara wajib melindungi keberadaan setiap warga negara kapanpun dan dimanapun.
Sementara dalam hak politik, terkait dengan partisipasi setiap warga negara untuk menggunakan hak suaranya dalam pemilu. Untuk dapat menggunakan hak politik maka setiap orang wajib mempunyai dokumen kependudukan. Tanpa memiliki KTP sebagai identitas jati diri sebagai warga negara, maka hak politiknya tidak dapat diberikan. Kasus carut marutnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam ajang pemilu, mau tidak mau membuka aib ketidakakuratan dan kekurangmutakhiran dokumen kependudukan. Dengan adanya e-KTP diharapkan hak sipil dan hak politik warga negara dilindungi dan dihormati, karena e-KTP tidak memberi tempat kepada adanya KTP ganda. Otomatis,database dokumen kependudukan yang terus terbarui wajib dijaga, dilindungi, dan dipelihara oleh negara.
Dengan demikian data kependudukan, arsip kependudukan maupun dokumen kependudukan yang tercipta dari instansi pemerintah memainkan peran penting, tidak hanya masalah kependudukan yang akurat, lengkap, dan termutahirkan jelas menjadi warga negara dalam menggunakan hak-hak sipilnya maupun hak politiknya. Itu berarti, pengelolaan terhadap data kependudukan dan dokumen kependudukan harus dilakukan secara sungguh-sungguh, terintegrasi, dan satu sama lain saling melengkapi. Tidak hanya berhenti di situ, semua data kependudukan, arsip/dokumen kependudukan juga harus dijaga karena informasinya terkait kelangsungan hidup bangsa dan negara. Dengan demikian, arsip/dokumen kependudukan ini dapat dikategorikan sebagai arsip terjaga. Dalam Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan disebutkan bahwa arsip terjaga adalah arsip negara yang berkaitan dengan keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara yang harus dijaga keutuhan, keamanan, dan keselamatannya.
Pengertian definisi arsip terjaga bermakna: pertama, arsip negara yang menunjukkan negara sebagai pemilik arsip; kedua, tujuan dari tindakan yaitu keutuhan, keamanan, dan keselamatan. “Arsip terjaga termasuk kategori arsip dinamis, keberadaannya strategis dan berkaitan dengan kegiatan vital keberadaan dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, “jelas Kepala ANRI, M. Asichin, SH. M.Hum. Makna negara dalam konteks arsip negara lebih ditujukan kepada penguasaan arsip selanjutnya dilakukan oleh negara, dalam hal ini oleh pemerintah, yaitu ANRI selaku penyelenggara kearsipan nasional. Pendekatan kepemilikan oleh negara, semata-mata guna menjamin bahwa negara bertanggung jawab terhadap keberadaan arsip terjaga.
Sementara tujuan dari tindakan arsip terjaga adalah keutuhan, keamanan, dan keselamatan. Dalam perspektif yang lebih luas, diartikan sebagai tindakan penyelamatan arsip terjaga yang harus dilakukan sejak masa arsip dinamisnya, melalui upaya pemberkasan, pelaporan dan penyerahan salinan autentiknya ke ANRI, sesuai Pasal 43 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang mengantisipasi masalah kependudukan. Data acuan suatu kesejahteraan masyarakat. Begitupun dengan dokumen kependudukan, keberadaannya merupakan bukti autentik atas status hukum dari setia Kearsipan dan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Dalam pasal 51 tersebut memuat penjelasan bahwa pimpinan lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, BUMN dan BUMD wajib memelihara, melindungi, dan menyelamatkan arsip yang termasuk dalam kategori arsip terjaga; memberkaskan dan melaporkan arsip yang termasuk dalam kategori arsip terjaga kepada Kepala ANRI paling lama 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan kegiatan, dan menyerahkan salinan autentik dari naskah asli arsip terjaga kepada ANRI paling lama 1 (satu) tahun setelah dilakukan pelaporan.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala ANRI, M. Asichin juga mengutarakan bahwa dalam rangka menjaga keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip negara yang berkaitan dengan keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara maka ANRI telah mengeluarkan suatu Peraturan Kepala (Perka) ANRI Nomor 18 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembuatan Daftar, Pemberkasan dan Pelaporan, serta Penyerahan Arsip Terjaga.
Dalam penjelasannya bahwa undang-undang telah mengategorikan arsip kependudukan sebagai salah satu aset negara yang wajib dijaga. “Dalam arsip kependudukan informasinya berkaitan dengan rakyat dan dibutuhkan oleh negara/ pemerintah, kebijakan strategis terkait pengendalian pertumbuhan penduduk pun tekandung di dalamnya. Oleh karenanya negara wajib melindungi dan menjaga arsip/dokumen kependudukan sebagai bahan pertanggungjawaban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Itu amanat Undang-Undang”, tambahnya. Bahkan ada sanksi bagi pejabat pimpinan instansi yang tidak melaksanakan pemberkasan, pelaporan, dan penyerahan arsip terjaga. Adanya Perka Nomor 18 Tahun 2008 itu merupakan kepanjangan tangan negara untuk membantu pencipta arsip yang mengelola arsip terjaga, termasuk arsip kependudukan.
Selain itu, sampai saat ini ANRI pun telah melestarikan arsip kependudukan yang bersumber dari zaman pemerintahan Hindia Belanda serta arsip statis hasil penyerahan dari instansi yang mengurus masalah kependudukan, seperti BKKBN. Salah satu contoh pemanfaatan khazanah arsip statis yang berkaitan dengan kependudukan yang disimpan di ANRI adalah khazanah arsip Wees en Budel Kamer, salah satu arsip peninggalan pemerintahan Hindia Belanda yang biasa digunakan untuk penelusuran genealogi.
sumber: Media Kearsipan Nasional, edisi 58/Mei-Agustus/2012.