NOW OR NEVER
Bambang Wasito Adi

Tanpa kita sadari, dua mega trend telah muncul menjadi tonggak sejarah perjalanan bangsa pada periode 2010 – 2014, yaitu pertama tercapainya pendapatan perkapita nasional USD 3000/tahun pada tahun 2010 yang menjadi basis hadirnya ‘kekuatan kelas menengah’ di Indonesia dan kedua fenomena hadirnya penduduk usia produktif dalam jumlah tinggi yang berpotensi menjadi engine of growth bagi perekonomian nasional kita yang disebut dengan Bonus Demografi.

Fenomena Bonus Demografi menuntut kita untuk mengambil langkah-langkah strategis dan cerdas untuk memanfaatkan momentum yang hanya satu kali terjadi dalam sejarah, kalau tidak, kita akan kehilangan peluang yang luar biasa. Maka pilihannya adalah: Ambil peluang sekarang, atau tidak sama sekali untuk selamanya, ‘Now or never’ seperti judul lagu populer yang dilantunkan oleh mendiang Elvis Presley.

Bonus demografi adalah bonus kependudukan yang memberikan sebuah peluang ‘window of opportunity’ yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif pada rentang usia 15-64 tahun dalam evolusi kependudukan yang dialami oleh negara yang bersangkutan. Di Indonesia fenomena ini terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu yang antaralain juga dipercepat oleh keberhasilan dalam menurunkan tingkat kesuburan/ kehamilan penduduk (fertility), meningkatkan kualitas kesehatan dan suksesnya program-program pembangunan yang dilaksanakan oleh negara.

Keberhasilan program KB yang dilaksanakan oleh pemerintah selama berpuluh tahun sebelumnya telah mampu menggeser penduduk berusia di bawah 15 tahun (anak-anak dan remaja) yang awalnya besar di bagian bawah piramida penduduk Indonesia ke penduduk berusia lebih tua (produktif 15-64 tahun). Maka terciptalah sebuah struktur piramida kependudukan yang ‘menggembung di tengah’. Hal seperti ini menguntungkan, karena dengan demikian beban ketergantungan atau dukungan ekonomi yang harus diberikan oleh penduduk usia produktif kepada penduduk usia anak-anak (di bawah 15 tahun) dan tua (di atas 64 tahun) menjadi lebih kecil atau lebih ringan.

Maka kemudian muncul parameter yang disebut ‘rasio ketergantungan’ (dependency ratio), yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan antara kelompok usia produktif dan non produktif. Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Semakin rendah angka rasio ketergantungan suatu negara, maka negara tersebut makin berpeluang mendapatkan keuntungan dan keuntungan tersebut dinamakan bonus demografi.

ENGINE of GROWTH

Fenomena bonus demografi akan menjadi pilar peningkatan produktivitas suatu negara dan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan SDM produktif. Ketika angka fertilitas menurun, pertumbuhan pendapatan perkapita untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia. Pada saat yang sama, jumlah anak yang sedikit membuka peluang perempuan untuk masuk ke pasar kerja yang sekali lagi akan mendongkrak produktivitas.

Menurut Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo, ahli demografi UI, Indonesia sudah mendapat bonus demografi mulai 2010 dan akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2020 hingga tahun 2030. Lebih rinci lagi, Prof. Fasli Jalal, Kepala BKKBN Pusat mengatakan bahwa rentang waktu puncak bonus demografi Indonesia akan dicapai pada tahun 2028-2031.

Hasil sensus penduduk tahun 2010 BPS, merilis bahwa angka rasio ketergantungan kita adalah 51,3% (lihat grafik dibawah). Bonus demografi tertinggi biasanya didapatkan angka ketergantungan berada di rentang antara 40-50%, yang berarti bahwa 100 orang usia produktif menanggung 40-50 orang usia tidak produktif.

Kalau dipilah ke dalam kelompok desa dan kota, maka angka ketergantungan di perkotaan sudah mencapai angka 46,6%, artinya sudah masuk dalam rentang ‘gold period’ bonus demografi. Sementara untuk pedesaan masih bertengger di angka 56,3%. Yang juga menarik dari data tersebut adalah bahwa sekitar 34% dari masyarakat kita berada di rentang usia muda (15-35 tahun) yang sangat produktif. Kaum muda harapan bangsa inilah yang akan menjadi engine of growth yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin kencang.

Menurut Prof Fasli Jalal, titik sentral yang perlu segara diintervensi adalah penduduk yang menganggur, data saat ini berjumlah sekitar 7,2 juta orang dan setengah mengganggur (bekerja tapi tidak produktif) sekitar 10,5 juta orang.

Menengok pengalaman negara lain, negara-negara maju seperti Eropa sudah melewati masa keemasan bonus demografi, sementara beberapa negara Asia seperti Cina kini sudah mulai menikmatinya. Bonus demografi di negara-negara Eropa terjadi bervariasi antara rentang tahun 1950-2000. Cina mulai menikmati bonus demografi sejak tahun 1990 dan akan berlangsung sampai 2015. India, hampir sama dengan Indonesia, mendapatkan bonus demografi sejak tahun 2010. Sementara di negara-negara Afrika, bonus demografi bakal didapatkan hingga tahun 2045.

NOW OR NEVER

Pertanyaannya, apakah bonus demografi by default menjadi ‘hak’ setiap negara tanpa harus melakukan sesuatu? Pasti tidak. Kalau penduduk produktif yang berjumlah besar tidak mampu berproduktif pasti akan menjadi bencana luar biasa bagi negara, karena penduduk yang tidak produktif akan menjadi benalu dan berujung pada tergerusnya daya saing bangsa dan engine of growth hanya menjadi mimpi belaka.

Karena itu, kesempatan emas bonus demografi harus mampu kita manfaatkan sebaik mungkin melalui meningkatkan kualitas SDM. Dan tidak ada jalan yang lebih baik, peningkatan kualitas SDM menjadi kunci serta penerapan secara konsisten konsep ‘triple helix’ dengan mendorong peran unsur kebijakan pemerintah, unsur swasta, dan unsur pendidikan yaitu melalui penyediaan pendidikan yang bermutu disemua jenjang pendidikan dan serta penyediaan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat industri dan dunia bisnis, serta didukung oleh sistim kebijakan dari pemerintah terintegrasi, adalah sebuah keniscayaan yang diharapkan mampu menjadi landasan dalam menyosong era bonus demografi. Kapan? Seperti kata Elvis Presley ‘now or never’. Dapatkan sekarang atau tidak untuk selamanya’.

you may also like