2030 MENJELANG AKHIR BONUS DEMOGRAFI, LALU…
Mayling Oey-Gardiner
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia & Ketua Komisi Ilmu Sosial, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
Heboh reaksi terhadap pernyataan ketua Gerindra Prabowo Subianto pada acara partai 19 Maret 2018: Indonesia bubar tahun 2030, tanpa menyebut penyebabnya. Pernyataan sensasional tersebut diambilnya dari novel karya P.W. Singer dan August Cole, Ghost Fleet: A Novel of the Next World War (24 Mei 2016).
Dengan harapan Indonesia tidak terlibat dalam perang dunia, diperkirakan penduduk Indonesia akan tetap berjaya dengan dinamikanya yang terus bergerak. Menurut proyeksi penduduk BPS terakhir, tahun 2030 Indonesia mencapai titik terendah periode Bonus Demografi, bukan akhir keberadaan bangsa. Semoga bangsa ini dapat menikmati keuntungan struktur umur penduduk karena proporsi kelompok usia produktif pada tingkat tertinggi.
Bonus Demografi
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Bonus Demografi (BD)? Di Indonesia konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Adioetomo[1] (2005). Pada dasarnya BD merupakan penggambaran struktur umur suatu penduduk. Pengurangan proporsi anak (0-14 tahun) akan mengurangi beban pembiayaan yang harus ditanggung penduduk usia kerja atau produktif (15-64 tahun), yang juga akan bertanggung jawab atas keberadaan penduduk lanjut usia atau lansia (65 tahun ke atas).
Catatan: ABK=Angka Beban Ketergantungan=Rasio (Anak 0-14 + Lansia 65+)/Penduduk Usia Produktif 15-64
Biasanya ahli kependudukan mengandalkan Angka Beban Ketergantungan (ABK) sebagai petunjuk terjadinya jendela kesempatan untuk menjadi bonus demografi. Keadaan ini ditandai ketika ABK bernilai di bawah 50, yang berarti ada kurang dari 50 penduduk tergantung (anak 0-14 dan lansia 65+) untuk setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun). Berdasarkan proyeksi penduduk 2010-2035, keadaan tersebut dimulai tahun 2020 dan masih berlanjut hingga akhir tahun proyeksi yaitu tahun 2035. Berdasarkan perhitungan tersebut, periode bonus demografi akan berakhir pada sekitar 2040an ketika ABK melebihi 50 lagi.
Banyak anak tidak membawa banyak rezeki. Bahkan sebaliknya. Umumnya mereka yang memiliki banyak anak cenderung miskin. Tumbuh kembang anak menjadi sehat dan pintar memerlukan banyak biaya. Pada tingkat makro anak menjadi beban penduduk usia produktif, menghambat pembangunan dan pengurangan kemiskinan. Karenanya Orde Baru melaksanakan Program Keluarga Berencana sejak awal 1970an, bersama berbagai program pembangunan sosial-ekonomi dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan pembukaan kesempatan kerja dengan imbalan layak hingga tinggi bagi sebanyak mungkin penduduk usia kerja, juga bagi perempuan.
Berbagai kebijakan mendukung pembangunan telah berakibat pada peningkatan usia perkawinan dan mendorong ibu-ibu mengurangi jumlah anak yang dilahirkannya. Akibatnya terjadi penciutan kelompok anak – dari 44% tahun 1971 menjadi 30% tahun 2000 dan terus berlanjut hingga 23% tahun 2030 dan setelah itu penciutan melambat menjadi 22% tahun 2035.
Ketika kelompok anak menciut, kelompok usia produktif 15-64 tahun membengkak. Namun, gejala pembengkakan tidak berlaku selamanya, bahkan akan berhenti dan pada suatu waktu juga akan menciut, mendorong kelompok usia berikutnya membengkak. Gejala ini diperkirakan akan terjadi setelah tahun 2030, bahkan kemungkinan setelah 2040. Tahun 1971 kelompok ini merupakan lebih dari separuh penduduk Indonesia, yaitu 54%; membengkak hingga mencapai 65% tahun 2000 dan terus mencapai titik tertinggi pada 68.1% tahun 2030 sebagai titik balik ke penciutan kelompok umur ini. Besarnya kelompok usia produktif ini diharapkan dapat menjadi tulang punggung bangsa, memungkinkan bangsa menjadi kaya dan tidak terperangkap dalam jebakan kelas menengah rendah.
Adalah kelompok lansia yang menjadi penentu hari depan bangsa. Secara proporsional kelompok ini tumbuh makin pesat. Tahun 1971 penduduk lansia baru berjumlah 3 juta orang, yang merupakan 2,5% dari total penduduk Indonesia. Antara 1971 dan 2010 penduduk lansia bertambah hanya sekitar 2 juta orang setiap dasawarsa. Namun setelah itu kelompok penduduk lansia itu akan ‘mbludak’. Diperkirakan dalam dasawarsa berikut 2010-2020 penduduk lansia diperkirakan akan bertambah 5 juta orang, namun setelah itu 2020-2030 pertambahannya menjadi dua kali lipat sebesar 10 juta orang. Ketika itu, tahun 2030 penduduk lansia berjumlah 27 juta orang (9 kali 1971) merupakan 9% total penduduk, mendekati penamaan suatu penduduk sebagai menua/aging,tantangan yang membebani perekonomian kita karena peningkatan penderita penyakit penuaan, yang penanganannya memerlukan pendanaan yang besar dan makin besar. Kehidupan dan pengurusan generasi lansia itu juga menjadi beban kelompok usia produktif.
Setelah 2030?
Tahun 2030 akan datang dalam waktu tidak terlalu lama, hanya tinggal 12 tahun dari sekarang. Kecuali anak di bawah 12 tahun, penduduk lainnya kini sudah dilahirkan. Mereka akan terus bertambah umur. Semoga sebagian besar, dan makin banyak, tidak lagi terpaksa hidup dalam keterbatasan dan kemiskinan. Diharapkan perubahan mendasar dalam program pembangunan dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat, untuk menghadapi dan mengelola penuaan penduduk Indonesia.*
[1] Sri Moertiningsih Setyo Adioetomo, 2005. Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan Antara Pertumbuhan Penduduk Dengan Pertumbuhan Ekonomi. Pidato pada upacara pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
sumber tulisan : https://ri2030.com/2018/04/18/2030-menjelang-akhir-bonus-demografi-lalu/