SUGENG HANDOKO, PELOPOR DESA EKOWISATA
Tekad Sugeng Handoko mengembangkan kawasan ekowisata berbasis masyarakat berbuah hasil. Desanya, desa Nglanggeran, Yogyakarta, kini, terbukti menjadi salah satu objek wisata tersohor di kawasan Gunung Kidul. Setidaknya ratusan ribu pengunjung selalu berdatangan untuk melihat potensi alam di desa yang mempunyai objek wisata Gunung Api Purba, dan embung Nglanggeran tersebut. Pada tahun lalu saja omset pengelolaan tercatat hingga Rp 1,4 miliar. Angka ini naik signifikan dari tahun sebelumnya yang berkisar Rp 424 juta.
Meski sudah cukup terkenal, kiprah Desa Nglanggeran dalam bidang ekowisata tergolong baru. Dirintis sejak tahun 1999, baru pada tahun 2008, wilayah tersebut mulai serius dikembangkan sebagai kawasan wisata. Sugeng beserta para anak muda di desa tersebut jadi motor penggerak ‘bisnis’ di Kawasan tersebut.
Mereka mati-matian melakukan edukasi agar masyarakat di sana mau dan terbiasa mengubah pola hidup dari kegiatan eksploratif menjadi kegiatan mendukung pariwisata. “Sebelum jadi desa wisata, masyarakat di sini lebih suka mencari batu dan kayu,” ujarnya menceritakan.
Ia mengatakan paska tahun 2008 baru aktif dilakukan kegiatan-kegiatan. Salah satunya pembukaan rumah warga untuk aktivitas homestay bagi para pelancong yang berasal di luar desa. “Saat ini telah ada 80 homestay dengan kapasitas 250 orang,” ujarnya.
Berbagai kegiatan disuguhkan oleh masyarakat desa. Salah satunya berupa, outbond, treking Gunung Api Purba, panjat tebing, flying fox hingga paket wisata budaya seperti paket wisata bertani, paket belajar karawitan, dan workshop batik topeng. “Ketika wisatawan bermalam di sini, mereka bisa menikmati potensi alam sekaligus berbaur dengan masyarakat langsung,” ujarnya.
Uniknya, di desa ini, seluruh kegiatan dikelola langsung oleh Karang Taruna. Tak seperti daerah wisata lain yang punya investor besar sebagai pengelola, Desa ini hanya mengandalkan masyarakat dan karang taruna sebagai pengelola. Mereka menjadi tuan di wilayahnya sendiri. Seluruh omset digunakan untuk pembangunan desa. “Tapi kita terbuka untuk melakukan kerjasama-kerjasama,” ujarnya.
Hasilnya sungguh mencengangkan. Tak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat di desanya, Sugeng dan kawan-kawan juga berhasil menekan angka urbanisasi dan pengangguran. Banyak masyarakat di desanya kini menekuni profesi pengrajin, pemandu wisata, pedagang, hingga bisnis kuliner . Perubahan desa Nglanggeran menjadi kawasan ekowisata telah menciptakan multiplier effect yang positif bagi pembangunan desaPria kelahiran tahun 1988 itu pun tak mau berpuas diri. Masih banyak ide-ide lain yang siap ia realisasikan, salah satunya membuka paket wisata naturan spa holistik. Tujuannya agar remaja putri di desa Nglanggeran bisa lebih diberdayakan. “Bahan bakunya juga akan berasal dari tanaman lokal yang diproses mayarakat,” ujarnya.
Sarjana lulusan Teknik industri Universitas Ahmad Dahlan tersebut mengaku bangga bisa berkontribusi bagi desa. Ia lebih memilih membangun desa ketimbang bekerja di kota dengan gaji yang besar.”Pernah ada BUMN menawari saja bekerja, tapi temen-temen dan masyarakat lebih membutuhkan saya di sini,” ujarnya. (EVA)
sumber: SWA.co.id