TELENTA SENI ORANG INDONESIA BAGUS, CUMA KURANG DISADARI

ybb.or.id, Jakarta— ‘…suatu saat kawan saya dihubungi mitra usaha dari Eropa untuk memesan lampu ‘dokar’ tapi buka produk pabrikan melainkan produk kerajinan tangan dan kawan saya menyanggupinya. Untuk itu dia kemudian dikirimi gambar beserta ukuran detailnya…’ ujar Sarwono Kusumaatmadja, memulai obrolan, pada suatu hari di kediamannya, di Jakarta.

Singkat cerita, proses produksi berjalan dan sesuai waktu yang ditetapkan seluruh pesanan selesai dikerjakan. ‘…namun apa yang terjadi kemudian membuat kawan saya itu kebingungan sebab barang produksi yang sudah jadi tersebut semua di reject, ditolak oleh pemesan dengan alasan presisi satu sama lain dari masing-masing gak sama…’ lanjutnya.

Di tengah cemas akan kerugian menerpa, dibawalah barang-barang tersebut ke jalan Surabaya, Jakarta, tempat penjualan barang-barang antik. ‘…dan apa yang terjadi?…’ tanya Sarwono tanpa minta jawaban. Dia bilang produk yang dianggap gagal tersebut justru laku keras; para pembeli melihat presisi yang tidak sama itu justru menghasilkan karya seni yang unik.

Menurut Sarwono masih banyak contoh talenta seni bangsa Indonesia yang unik dan hanya dimiliki oleh kita (baca: bangsa Indonesia). Salah satu contohnya, misal, Batik. ‘…coba perhatikan, beberapa bangsa/Negara mencoba mengembangkan kain batik, seperti, Cina, Malaysia, dan beberapa Negara lainnya. Dan, kita bisa lihat tidak ada yang mampu bertahan dalam arti seluasnya seperti batik kita…’ ungkapnya. Lebih lanjut Sarwono juga mengungkapkan bahwa sepengetahuannya, batik dari setiap daerah punya kekhasan tersendiri, berbeda satu sama lain, sesuai dengan tatanan nilai, budaya dan sosial lingkungannya.

Potensi ini, menurutnya masih kurang disadari dan optimal dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri. ‘…kita masih lihat sejauh mana Bekraf memiliki kepemahaman atas potensi tersebut…mestinya mereka mengerti dan tahu solusinya sehingga potensi talenta seni yang kita miliki bukan kemudian terkungkung dalam perspekstif budaya dan kebudayaan semata melainkan bisa menjadi sumber dinamis ekonomi kreatif…’ ujarnya.

‘…talenta seni itu musti kita letakan dalam kerangka lebih luas sebagai keunggulan kompetitif yang sulit dan atau bahkan tidak bisa diduplikasi bangsa lain…katanya.

Demikian pula apa yang terjadi di kawan-kawan lapisan generasi milenial. Menurutnya dia banyak memperhatikan dan mengikuti perkembangan serta, bahkan, ikut di beberapa WAG kelompok kaum muda. ‘…saya ingin tahu saja apa berkembang dipikiran dan topik-topik perbincangan mereka. Dan menurut saya banyak mencetuskan ide-ide kreatif dan konstruktif…tidak saja dilingkup teknologi dan pemanfaatnya di era revolusi industri 4.0 ini melainkan dibanyak kegiatan ekonomi lainnya…’

‘jadi, dalam konteks menjawab bonus demografi, menurut saya cobalah kita (baca: Pemerintah) kosentrasi penuh pada pengembangan ketiga keunggulan kompetitif yang kita miliki, yakni kemaritiman, kepariwisataan, dan ekonomi kreatif…kita tahu,  cuma kurang menyadarinya…’ pungkasnya.

sb: esispr//

you may also like