TUNTASKAN KOORDINASI PENANGANAN BONUS DEMOGRAFI
Bonus demografi adalah tambahan bersih pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh meningkatnya proporsi penduduk usia produktif di banding usia tidak produktif. Namun, peningkatan jumlah tersebut harus disertai dan berbanding lurus dengan tingkat produktivitas yang tinggi pula. Ini berarti, bukanlah merupakan suatu jaminan bahwa dengan tingginya usia produktif maka secara otomatis akan menjadi bonus; akan tetapi, apabila dikatakan sebagai sebuah peluang, itu lebih dimungkinkan.
Sudah jadi pengetahuan umum di mana struktur usia penduduk Indonesia, di era bonus demografi (2012–2035), berada pada titik puncak yang sangat menguntungkan untuk Indonesia. Pertama, banyak Negara di kawasan Eropa dan juga beberapa Negara di kawasan Asia sedang berlangsung penuaan struktur usia penduduk (population ageing) sementara Indonesia justru berproses peningkatan struktur sebaliknya. Bahkan, pada tahun 2018, untuk dikawasan Asia Tenggara jumlah usia produktif Indonesia menguasai sekitar 41% dari jumlah keseluruhan usia produktif-nya.
Kedua, proyeksi BAPPENAS memperkirakan laju pertumbuhan usia kerja Indonesia di tahun 2030 berkisar 200 juta atau sekitar 68% dari total jumlah penduduk. Ini berarti pula, sangat besar peluang bagi Indonesia untuk mengambil manfaat dari kemungkinan bonus demografi di waktu mendatang.
Kedua hal itu tentunya sudah cukup jadi modal dasar kita untuk sebaiknya tidak mensia-siakan dan mengabaikan potensi peluang tersebut. Sebab jika peluang itu tidak diambil dan dilewatkan begitu saja maka dampaknya bagi kita, Indonesia, sangat berbahaya untuk kelangsungan bangsa ini.
Jika dirunut lebih jauh, substansi jendela peluang bonus demografi pada dasarnya erat kaitannya dengan tingkat produktivitas. Laju pertumbuhan penduduk yang jika tidak diimbangi dengan kemampuan produktivitas tinggi akan berimplikasi pada meningkatnya beban negara dan dampak sosial lain yang mengikutinya. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kesiapan kita, SDM Indonesia, untuk memanfaatkan secara optimal peluang bonus demografi tersebut.
Melihat perkembangan indeks daya saing Indonesia dibanding negara-negara ASEAN lainnya, dengan merujuk pada laporan Global Competitiveness Index (GCI) tahun 2018-2019 menunjukkan Indonesia berada pada posisi 45/140 (medium) —masih berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Sementara, berdasarkan penelitian Bank Dunia, sebagaimana disampaikan Menkeu, Sri Mulyani Indrawati, kualitas SDM Indonesia berada pada peringkat 87 dari 157 Negara.
Masih rendahnya daya saing SDM Indonesia diakui oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro. Padahal di sisi lain, dalam konteks persaingan global dewasa ini, kualitas SDM sangat memegang peran penting guna memicu dan memacu potensi untuk meraih manfaat optimal dari besaran jumlah usia produktif.
Meskipun demikian, paling tidak, dengan fokusnya Pemerintah dalam menangani persoalan SDM, yang kita yakini erat keterkaitannya dengan pemecahan persoalan bonus demografi, patut diapresiasi. Misal, untuk pendidikan di APBN 2019 dialokasikan sebesar Rp. 492,5 Triliun. Sekitar Rp. 60 Triliun dialokasikan untuk dana BOS; 470 ribu mahasiswa mendapatkan beasiswa melalui Bidikmisi dan 20 juta anak SD yang kurang mampu mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Selain itu, ekspansi pendidikan berbasis vokasi pun gencar didengungkan; pendidikan vokasi tidak saja dilaksanakan oleh lembaga pendidikan formal melainkan juga melibatkan komponen masyarakat. Artinya, tidak hanya sekolah formal yang dapat melaksanakan kegiatan pendidikan vokasi, pun (kelompok) masyarakat diberi keleluasaan untuk turut berpartisipasi aktif meningkatkan kapasitas dan kompetensi serta daya saing masyarakat itu sendiri.
Kuatnya niatan Pemerintah mengatasi persoalan yang ditimbulkan dari masalah demografi ini juga terefleksi, diantaranya, melalui kebijakan penghidupan kembali program system pendidikan ganda, link and match. Pemerintah menggaet kalangan industri untuk memberi kesempatan dan mendorong peningkatan keahlian lulusan sekolah menengah kejuruan. Kerjasama antara Kementerian dengan beberapa Perusahaan Nasional sudah diwujudkan.
Salah satu contoh nyata menarik dari peran serta indutri, misal, apa yang dilaksanakan beberapa perusahaan kendaraan bermotor. Menajemen perusahaan menggandeng sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta, untuk menjalankan program pembinaan keakhlian dalam bidang otomotif kendaraan roda dua. Bahkan, saat ini perusahaan tersebut telah berhasil menyisipkan kurikulum khusus terkait keahlian tersebut menjadi bagian dari kurikulum keterampilan bagi sekolah kejuruan otomotif kendaraan roda dua, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sinerji dunia pendidikan dan dunia usaha itu tidak bisa dipungkiri telah memberi kontribusi positif atas peningkatan daya saing bangsa. Di samping peran keduanya, hal itu tentunya tidak terlepas dari peran aktif serta kepedulian masyarakat, baik secara kelompok maupun perorangan. Kehadiran lembaga swadaya masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung telah turut andil memperkuat pengembangan karakter, jatidiri masyarakat yang berpengaruh atas peningkatan semangat daya saing.
Persoalan penanganan bonus demografi tidak lagi pada tahapan perlu diwaspadai dan mempersiapkan diri melainkan sudah jauh menjangkau keranah mendesak untuk segera dilakukan pengambilan putusan dan langkah strategik yang terencana serta terukur.
Pada tingkatan pemikiran dan bahasan, Pemerintah tampak cukup memberi perhatian akan hal tersebut. Akan tetapi menurut hemat saya, masih tampak belum cukup memadai, baik dari sisi payung hukum maupun mekanisme koordinasi. Satu contoh, seperti, erat kaitan dengan juklak dan juknis pengelolaan isu bonus demografi, yang terkoordinir dari pusat hingga tingkat kota/kabupaten. Lainnya, diantaranya, menjadikan rancangan teknokrat bonus demografi sebagai kesatuan bagian RPJMD; penyediaan roadmaps kependudukan dan demografi; pemetaan dan pemecahan masalah pengangguran terbuka dan tersembunyi; serta hal-hal lain yang terkait dengannya.
Kita semua tentu berharap, bonus demografi yang sedang dinikmati bangsa Indonesia benar-benar menjadikan sebuah bonus, bukan malah sebaliknya yakni, malapetaka demografi.
Salam…